Sekarang ini ketika kita menginginkan sesuatu untuk dimiliki, kita akan menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah. Kalau kita pergi ke tempat perbelanjaan, pasti akan terpampang jumlah uang yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan barang tersebut. Berbeda ketika kita berada di pasar tradisional, para penjual akan berteriak menyebutkan harga barang dagangannya.
Namun, kali ini yang akan kita bahas bukanlah strategi marketing dalam menjual barang dagangan.
Mungkin pernah terlintas dalam pikiran kita, bagaimana orang zaman dahulu ketika hendak memiliki barang yang dibutuhkan. Notabene pada zaman dahulu tidak semua orang memiliki uang seperti sekarang ini.
Kita pasti dengan akan mudah menjawab "dulu tuh pakainya sistem barter". Tapi barter seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat zaman dahulu? apakah dahulu sudah ada pasar? apakah kalau butuh mendadak harus pergi ke pasar? apakah zaman dahulu ada warung-warung kecil dekat rumah seperti sekarang ini untuk memenuhi kebutuhan di suatu lingkungan kecil masyarakat?.
Penulis pernah penasaran dengan fenomena tersebut. Akhirnya penulis melakukan wawancara dengan salah satu warga di daerah Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes tentang keadaan masyarakat zaman dahulu ketika memenuhi kebutuhan pokoknya.
Kejadian yang diceritakan memiliki latar belakang sekitar tahun 1950-an. Pada saat itu diceritakan kondisi wilayah Indonesia masih belum stabil pasca kemerdekaan. Di wilayah pedesaan seperti yang ada di Kecamatan Sirampog sendiri, dalam memenuhi kebutuhan pokok masih terbatas dengan Sumber Daya Alam yang dimilikinya.
Bagi wilayah Kecamatan Sirampog bagian bawah, komoditas utama masyarakatnya adalah padi, jagung, dan kelapa. Sedangkan untuk wilayah atas, adalah sayuran. Lantas, biasanya warga masyarakat melakukan "Nguyang" untuk saling bertukar hasil bumi untuk melengkapi kebutuhan hidupnya.
Menurut Yetti Herayati,dkk dalam bukunya Makanan: Wujud, Variasi, dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya pada Orang Sunda di Jawa Barat menjelaskan, bagi masyarakat pedesaan, orang-orang kaya yang dihormati serta menduduki lapisan sosial tinggi, dianggap dapat memberi pertolongan dalam kesulitan ekonomi. Berkunjung kepada orang-orang pada lapisan tersebut, dengan membawa oleh-oleh berupa hasil bumi yang masih mentah maupun yang sudah diolah, sekadar dapat dicicipi oleh yang dikunjunginya itu. Kemudian ketika ia pulang dibekali dengan kebutuhan sehari-hari, misalnya beras, gula, kopi, garam, dan bahkan juga pakaian-pakaian bekas. Kunjungan demikian dikenal dengan istilah Nguyang, dan dapat dikatakan sebagai sistem barter di pedesaan.
0 Comments